Hibah - Yayasan Anak Yatim | Yayasan Anak Yatim Depok | Yayasan Anak Yatim Jakarta | Panti Asuhan Yatim Terdekat di Depok | Panti Asuhan di Depok | Panti Asuhan Anak Yatim di Depok | Yayasan Anak Yatim dan Dhuafa Terdekat
Hibah

Hibah

Hibah atau Hadiah yang diberikan oleh Bapak dan Ibu akan sangat bermanfaat selamanya. Semoga Apa yang Bapak dan Ibu Hibahkan kepada Yayasan dan Anak-Anak Yatim menjadi Berkah dan Semoga Senantiasa dicurahkan Keberkahan dari Allah Subhanahu Wa Ta’alaa.

Hibah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Hibah adalah hadiah. Tapi menurut bahasa hibah adalah pemberian secara sukarela kepada orang lain. Hadiah diberikan saat pemilik masih hidup dan bukan sesudah meninggal. Sehingga prinsip hibah berbeda dengan warisan, sebab hibah merupakan pemberian yang tidak memandang hubungan pernikahan ataupun pertalian darah.

Hibah dalam hukum Islam

Masalah hibah, hukum Islam memiliki pandangan yang sama dengan asumsi masyarakat umum selama ini, yaitu hibah atau hadiah dapat diberikan kepada orang lain yang bukan saudara kandung atau suami/istri. 

Allâh SWT mensyariatkan hibah sebagai upaya mendekatkan hati dan menguatkan tali cinta antara manusia, Rasûlullâh SAW bersabda :

تَهَادُوْا تَحَابَوْا

Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai [HR. Al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad no. 594. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Albâni dalam kitab al-Irwa’, no. 1601].

Kata hibah berasal dari bahasa Arab  الهِبَةُ yang berarti pemberian yang dilakukan seseorang saat masih hidup kepada orang lain secara sukarela (pemberian cuma-cuma), baik berupa harta atau lainnya (bukan harta). Diantaranya kata ini digunakan dalam QS. Maryam (19): 5-6 yang berbunyi:

وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا ﴿٥﴾ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ ۖ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya´qûb; dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridhai [QS. Maryam (19): 5-6].

Sedangkan pengertian hibah menurut syaikh Abdurrahmân as-Sa’di ra adalah: تَبَرُّعٌ بِالْمَالِ فِيْ حَالَةِ الْحَيَاةِ وَ الصِّحَّةِ

Pemberian harta secara sukarela dalam keadaan hidup dan sehat. [Minhâjus Sâlikin, hlm 175].

Imam an-Nawawi ra menjelaskan bahwa hibah sebagai pemberian sukarela (tabarru’) dengan menyatakan, “Imam as-Syâfi’i ra membagi pemberian  itu menjadi dua yaitu: Pertama, pemberian yang dilaksanakan dalam masa hidupnya, tetapi peralihan haknya setelah terjadi kematian disebut “wasiat”. Kedua, pemberian sukarela (tabarru’) semasa hidupnya sebagai murni pemberian (at-tamlîk al-mahdh) dan peralihan haknya terjadi pada saat masih hidup, seperti hibah, sedekah, dan wakaf. 

Penerima hibah tidak diwajibkan memberikan imbalan jasa atas hadiah yang diterima sehingga tidak ada ketetapan apapun setelah hibah diberikan atau diterima oleh orang lain.

 

Hibahkan 1
Hibahkan 1

 

Rukun dan syarat Hibah adalah:

  1. Kehadiran pemberi Hibah.
  2. Kehadiran penerima Hibah.
  3. Barang yang dihibahkan jelas kehalalannya.  
  4. Akad hibah, yaitu serah terima barang hibah antara pemberi dan penerima secara nyata dan ikhlas. 

Hibah yang telah diberikan tidak boleh ditarik kembali. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, berbunyi:

 :العائِدُ في هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُوْدُ فِي قَيْئِهِ

Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya [HR. Al-Bukhâri]

Larangan menarik kembali hibah dalam hadits ini menunjukkan secara tegas bahwa hibah ini disyari’atkan.

Karena itu dapat disimpulkan bahwa:

  1. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan oleh penghibah ketika hidupnya untuk memberikan suatu barang dengan cuma-cuma kepada penerima hibah.;
  2. Hibah harus dilakukan antara dua orang yang masih hidup;

Aturan hibah menurut hukum positif

Hibah dalam hukum Indonesia dapat dipermasalahkan apabila bentuk pemberian berupa uang dengan jumlah yang banyak atau barang yang sangat bernilai. Karena itu, hibah harus disertai dengan bukti-bukti ketetapan hukum yang berlaku secara perdata agar tidak digugat oleh pihak ketiga termasuk oleh orang-orang yang termasuk ahli waris di kemudian hari.

Dalam hukum perdata pasal 166 dan pasal 1667 dijelaskan bahwa hibah atau pemberian kepada orang lain secara sukarela tidak dapat ditarik kembali, baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak saat pemberi hibah masih hidup.

Ketentuan-ketentuan Hibah menurut Hukum Indonesia adalah: 

  1. Hibah berupa tanah dan bangunan harus disertai dengan akta dari pejabat pembuat akta tanah (PPAT), yaitu berupa akta hibah.
  2. Hibah tanah tidak dikenai PPh jika diberikan dari orang tua kepada anak kandung.
  3. Hibah tanah dikenai PPh sebesar 2,5% dari harga tanah berdasarkan nilai pasar (jika dilakukan antar saudara kandung).
  4. Hibah berupa harta atau barang bergerak harus dilakukan dengan akta notaris.
  5. Hibah diberikan saat pemberi hibah masih hidup.
  6. Hibah yang diberikan saat pemberi sudah meninggal dunia disebut wasiat. Wasiat dapat dibuktikan dengan surat yang diakui secara perdata.
  7. Hibah harus diberikan pada penerima yang sudah ada atau sudah lahir, tidak bisa diberikan kepada penerima yang belum lahir.
  8. Pemberian hibah bersifat final dan tidak bisa ditarik kembali.

Pajak atas harta hibah

Pajak atas harta hibah dibebankan kepada orang atau badan yang memberikan atau yang menerima hibah, yaitu:

  1. Orang pribadi yang menerima harta hibah dari saudara kandung.
  2. Orang pribadi yang memiliki kekayaan lebih dari Rp500 juta 
  3. Orang pribadi yang memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2.5 miliar per tahun.
  4. Badan keagamaan yang bertujuan mencari keuntungan.
  5. Badan pendidikan yang mencari keuntungan.

  Inilah hal-hal yang berkaitan dengan hibah menurut hukum positif dan hukum Islam. Baik di keduanya, tidak ada larangan seseorang memberikan hibah kepada orang lain asalkan didasari atas rasa sukarela atau keikhlasan.

08881018710